Anomali Kebijakan Keuangan Negara dan Solusinya melalui Perubahan Budaya kerja di Lembaga Pengguna Anggaran
Main Article Content
Abstract
Pemerintah pada 2003 mereformasi anggaran untuk mengatasi korupsi dengan memperkuat peran BPK dan membentuk KPK, tapi faktanya kelompok lembaga yang lebih banyak mendapat predikat terbaik WTP dari BPK, kasus korupsinya jauh lebih banyak daripada yang sedikit mendapat WTP. KPK dianggap penyebab tidak mengalirnya dana pembangunan daerah, karena takutnya kepala daerah tersangkut perkara korupsi, padahal kebijakan anggaran ditujukan untuk mendukung pembangunan. Fakta ini merupakan anomali, mengindikasikan putusnya formulasi dan implementasi dengan tujuan kebijakan.
Modifikasi model evaluasi kebijakan CIPP (Context, Input, Process, Product) diterapkan untuk solusi masalah diatas. Unsur C (context) disini adalah perlunya penelitian untuk meniadakan kesenjangan antara formulasi dan implementasi dengan tujuan kebijakan meniadakan korupsi, sedang unsur IPP digabung dalam satu kesatuan model yang dinamakan sebagai PCE (policy control engine), dengan I (input) adalah sistem terapan teknik simulasi LSS (logic simulation system). Terapan PCE dalam evaluasi kebijakan ketenagakerjaan di perusahaan menemukan 52% implementasi beresiko perselisihan yang membutuhkan mekanisme kendali proses guna mengantisipasinya.
Pembelajaran praktis LSS membuatnya mampu dibangun langsung oleh penanggungjawab proses sehingga sistem dibangun dari dalam (built in), menjamin manfaat implementasi. Sebagai pusat analisa data, SNS mendeteksi langsung proses kerja LSS, dimana penyimpangan proses terdeteksi saat proses dijalankan. Untuk mengunci kesalahan, data LSS berasal dari dua sumber, unsur eksternal yang dilayani dan internal yang melayani, dengan audit sampling sebagai penyempurna validasi. Secara praktis PCE menjamin korupsi diatasi sejak awal mulainya proses korupsi, sehingga pencegahan menjadi suatu keniscayaan. PCE memperkuat fungsi dan peran KPK mendukung lembaga pengguna anggaran memastikan tercapainya pemberantasan korupsi. Secara teoritis PCE fokus pada pertumbuhan berkesinambungan sehingga berbeda dengan TQM yang fokus pada perbaikan berkesinambungan. Ciri khasnya mendahulukan efektifitas daripada efisiensi, sehingga progresif mengadaptasi perubahan global. Untuk itu terapan PCE harus diikuti perubahan budaya dan perubahan sikap mental seluruh karyawan.
Tanpa mekanisme kendali menyeluruh yang dibangun bersamaan dengan perubahan budaya kerja dan sikap mental, adalah mustahil untuk menjamin terintegrasinya formulasi dan implementasi dengan tujuan kebijakan keuangan negara secara berkesinambungan.