Menyoal Alasan Sakit dalam Mengajukan Penundaan Penahanan Para Tersangka Tindak Pidana Korupsi (Studi di Kota Makassar) Studi Di Kota Makassar
Main Article Content
Abstract
Penggunaan alasan sakit tentu menjadi hak asasi tersangka untuk menangguhkan penahanan dalam proses pidana khususnya tindak pidana korupsi, akan tetapi harus ada standar yang jelas tentang jenis penyakit serta tingkat keparahan dalam suatu indikasi medis. Ratifikasi International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) melalui Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2005, maka ada konsekuensi yang harus dihadapi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menegakkan hukum diantaranya tentang penahanan yang dilakukan oleh penyidik harus sesingkat mungkin dan segera dibawa kepada hakim. Penelitian ini berupaya menjawab beberapa pertanyaan terkait standar minimal penyakit untuk menangguhkan penahanan, dan upaya yang dapat ditempuh KPK dalam menyikapi alasan sakit yang digunakan oleh tersangka tindak pidana korupsi untuk menangguhkan penahanan. Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan maka penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis atau legal approach dengan spesifikasi penelitian yang digunakan deskriptif analitis sedangkan data yang digunakan adalah data primer, data sekunder dan data tersier. Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa secara yuridis apabila seorang tersangka dalam keadaan sakit maka penyidik KPK memiliki kewenangan untuk menunda penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya dengan disertai surat rekomendasi dari tenaga medis. Namun, secara empiris tenaga medis belum memiliki standar baku mengenai jenis penyakit disertai tingkat keparahan untuk tersangka yang boleh mengajukan penundaan penahanan. Oleh karena itu, diperlukan diskresi dan prinsip kehati-hatian serta memperhatikan hak asasi tersangka oleh penyidik untuk mengabulkan penundaan penahanan yang diajukan oleh tersangka. Peneliti berpendapat penyidik KPK bersama tenaga medis perlu membuat standar baku mengenai jenis penyakit bagi para tersangka yang boleh mengajukan penundaan penahanan.