Birokrat Melawan: Mempertahankan Integritas di tengah Budaya Paternalistik (Studi Kasus di Pemerintah Kota Tegal) Mempertahankan Integritas di Tengah Budaya Paternalistik (Studi Kasus di Pemerintah Kota Tegal)
Main Article Content
Abstract
Tidak dapat dipungkiri, keberanian seseorang untuk mempraktikan integritas secara nyata masih cukup sulit dipraktikkan di tengah budaya paternalistik yang telah mengakar kuat di birokrasi. Budaya paternalistik semakin tumbuh subur di tengah masyarakat Indonesia yang cenderung memiliki sikap kolektivis dibanding individualis. Budaya ini juga menciptakan kesenjangan kekuasaan yang cukup lebar antara patron dengan client. Client tidak dapat leluasa mengingatkan atau melawan patron yang diketahui melakukan tindakan penyimpangan. Perilaku birokrat (client) yang ingin mempraktikan integritasnya, seringkali tidak terdukung secara kultural oleh lingkungan. Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Walikota Tegal, SMS yang direspons dengan beragam ekspresi dan dirayakan secara terbuka merupakan kejadian yang menarik untuk dicermati. Kondisi itu menggambarkan adanya titik klimaks sebuah perjuangan melawan berbagai penyimpangan yang dilakukan walikota. Sebuah perjuangan yang tidak mudah di tengah budaya paternalistik. Gerakan perlawanan untuk mempertahankan kelangsungan hidup birokrasi dan nilai budaya setempat, menjadi bukti bahwa birokrat juga mampu melawan. Meskipun tidak disadari oleh para birokrat, perlawanan ini pada dasarnya juga sekaligus merupakan perlawanan terhadap budaya paternalistik. Perlawanan dilakukan dengan cara mengungkap berbagai informasi penyimpangan yang dilakukan walikota. Melalui pendekatan kajian budaya, penulis mempelajari dari dekat bagaimana proses perlawanan dilakukan para birokrat di Kota Tegal. Data diperoleh melalui wawancara mendalam kepada berbagai tokoh pergerakan dan para birokrat di Pemkot Tegal. Tindakan pengungkapan tersebut berbeda dengan pengungkapan pada umumnya yang dilakukan secara sporadis oleh seorang individu. Pengungkapan tersebut dilakukan secara kolektif dalam sebuah pergerakan yang terorganisir melalui lembaga yang legitimate. Perlawanan kolektif menjadi sebuah strategi efektif, mengingat kentalnya budaya paternalistik juga menginginkan kepatuhan kolektif.
Article Details
References
Awaludin, Arif. (2011). Rekonstruksi Perlindungan Hukum Terhadap Penyingkap Korupsi. Disertasi (tidak dipublikasikan), Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP, Semarang
Awaludin, Arif. (2016). Ideologi Etis Penyingkap Korupsi Birokrasi. Pandecta, Vol 11, Nomor 2, Desember: (pp.189-201).
Barker, Chris. (2009). Cultural Studies: Teori dan praktik, Penerjemah: Tim Kunci Cultural Studies Centre, Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka.
Brenkert, G. G., (2010). Whistle Blowing, Moral Integrity, and Organizational Ethics. In: G. G. Brenkert, (Eds), The Oxford Handbook of Business Ethics. New York: Oxford University Press, (pp. 563).
Brennan, Niamh & Kelly, John. (2007). A Study of Whistleblowing Among Trainee Auditors, British Accounting Review, 39 (1) (pp. 61-87)
Colella A, Garcia F, Reidel L, et al. (2005). Paternalism: “Hidden†Discrimination. Paper tersebut dipresentasikan pada Meeting of the Academy of Management, Honolulu, Hawai
De Maria, William. (2006). Brother Secret, Sister Silence: Sibling Conspiracies against Managerial Integrity. Journal of Business Ethics (2006) 65 (pp. 219–234)
DeZoort, F. T., dan A. T. Lord. (2001). The Impact of Commitment and Moral Reasoning on Auditors’ Responses to Social Influence Pressure. Journal of Accounting, Organizations and Society 26 (3): (pp.215–235).
Dozier, Janelle Brinker & Miceli, Marcia P. (1985). Potential Predictors of Whistle-Blowing: A Prosocial Behavior Perspective. The Academy of Management Review, Vol. 10, No. 4 (pp. 823-836)
Dwiyanto, Agus,dkk. (2012), Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Dworkin, Terry Morehead & Melissa S. Baucus. (1998). Internal vs. External Whistleblowers: A Comparison of Whistleblowering Processes. Journal of Business Ethics. Vol.17 (pp.1281-1298).
Endro, Gunardi (2017). Menyelisik Makna Integritas dan Pertentangannya dengan Korupsi. Jurnal Antikorupsi Integritas, Vol 03 Tahun 2017 (pp.131-151).
Hall, Stuart (1996). For Allon White: Metaphors of Transgformation dalam D. Morley dan D- K. Chen. London: Routledge.
Hebdige, Dick (2003). Resistance Through Rituals: Youth Subculture in Post War Britain, edited by Stuart Hal & Tony Jefferson, Taylor & Francis.
Hofstede G (1980), Cultures Consequences. Thousand Oaks: Sage
Hofstede Insight (2017). Hofstede Insight dikutip dari https://www.hofstede-insights.com/country-comparison/indonesia/, diakses pada tanggal 11 Februari 2018.
Jackson, Terence (2016). Paternalistic Leadership: The Missing Link in Cross-Cultural Leadership Studies?. International Journal of Cross Cultural Management, Vol. 16 (1) (pp.3–7).
Johnson, Roberta Ann dan Kraft, Michael F. (1990). Bureaucratic Whistleblowing and Policy Change. The Western Political Quartely Vol.43 No. 4 (Dec) (pp. 849-874)
Keenan, John P. (1990). Upper-Level Managers and Whistleblowing: Determinants of Perceptions of Company Encouragement and Information about Where to Blow The Whistle. Journal of Business and Psychology, Vol. 5, No. 2 (pp.223-235)
Kumorotomo, Wahyudi. (2001). Etika Administrasi Negara: Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Lindblom, Lars. (2007). Dissolving The Moral Dilemma of Whistleblowing. Journal of Business Ethics. 76 (pp.413-426)
Miceli, Marcia Parmerlee dan Janet P. Near. (1984). “The Relationship among Beliefs, Organizational Position, and Whistle-Blowing Status: A Discriminant Analysis†dalam The Academy of Management Journal, Vol. 27(Dec), No. 4 (pp. 687-705).
Miceli, Marcia Parmerlee., Janet P. Near & Charles R. Schwenk. (1991). Who Blows the Whistle and Why?. Industrial and Labor Relations Review, Vol. 45, No. 1 (pp.113-130)
Neuman, W Lawrence. (2013). Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, Edisi ke tujuh. Jakarta; Indeks
Northouse PG (1997), Leadership: Theory and Practice. Thousand Oaks: Sage.
Nugroho, Fajar Eko (2017, 30 Agustus). PNS Senang Wali Kota Tegal Terjaring OTT KPK. Diperoleh 20 Oktober 2017, dari https://news.liputan6.com/read/3076492/pns-senang-wali-kota-tegal-terjaring-ott-kpk
Nurhidayat, Ilham. (2017). Tindakan Whistleblowing: Dilematika dan Tantangan Etika dalam Organisasi. Disertasi (tidak dipublikasikan), Program Doktor Ilmu Administrasi Publik UGM, Yogyakarta
Price Waterhouse Coopers. (2011). Global Economic Crime Survey 2011 (40 page PDF document), dikutip pada tanggal 2 December 2011 dari https://www.pwc.com/en_GX/gx/economic-crimesurvey/assets/GECS_GLOBAL_REPORT.pdf
Setianto, Vania Yunita, Utami, Intiyas, & Novianti, Suzy. (2016). Whistleblowing Dalam Tekanan Ketaatan dan Kepercayaan pada Pimpinan, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume XIX No. 3 (pp.485-510).
Soetjiptoni, (2007). Ki Gede Sebayu, Pendiri Pemerintahan Tegal, Tahun 1585-1625, Citra Bahari Animasi, Tegal.
Storey, John. (2008). Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop, Penerjemah: Laily Rahmawati, Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.
Tavakoli, A., J.P. Keenan & B. Crnjak-Karanovic. (2003). Culture and Whistleblowing an Empirical Study of Croatian and United States Managers Utilizing Hofstede’s Cultural Dimensions, Journal of Business Ethics, 43:1/2, (pp.49)
Teo, H. & Caspersz, D. (2011) Dissenting Discourse: Exploring Alternatives to The Whistleblowing/Silence Dichotomy. Journal of Business Ethics, 104, 2 (pp.237–49).
Thompson, John B. (2004). Kritik Ideologi Global, Penerjemah: Haqqul Yaqin, Yogyakarta: IRCiSoD.
Tsahuridu, Eva E & Vandekerckhove, Wim. (2008). Organisational Whistleblowing Policies: Making Employees Responsible or Liable?. Journal of Business Ethics, Vol. 82, No. 1 (pp.107-118).
Vandekerckhove, Wim & Tsahuridu, Eva E. (2010). Risky Rescues and the Duty to Blow the Whistle. Journal of Business Ethics 97 (pp.365–380).