Suap di Sektor Privat: Dapatkah Dijerat?

Main Article Content

Andreas Nathaniel Marbun

Abstract

Kerugian yang diakibatkan suap di sektor privat, tidak hanya soal jumlah uang, tetapi juga menciptakan inefisiensi, memperbanyak kejahatan, memperlamban pertumbuhan, dan memperburuk citra dan iklim investasi nasional secara makro. Tak heran, dikarenakan sedemikian parahnya dampak yang diciptakan, hingga Konvensi PBB tentang pemberantasan korupsi (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia, pun akhirnya menganjurkan agar negara-negara mengkriminalisasi suap di sektor swasta. Namun, hingga detik ini Indonesia belum mengkategorikan suap di sektor swasta sebagai suatu tindak pidana korupsi. Sehingga, setiap pelaku suap di sektor swasta tidaklah dapat dijerat dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Wajar jika kerap kali masyarakat kebingungan mencari cara bagaimana agar sistem hukum Indonesia dapat menjerat para pelaku suap di sektor privat. Meski begitu, bukan berarti suap di sektor swasta tidak dapat dijerat dengan hukum positif Indonesia. Bahkan sebelum lahirnya UNCAC, Indonesia sudah terlebih dahulu mempidana suap di sektor swasta, melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap (UU 11/1980). Sayangnya, aturan ini bagai ketentuan yang terlupakan dan nyaris tak pernah digunakan. Adanya permasalahan yang sistemik, sedikit banyak mempengaruhi enggannya penegak hukum untuk menerapkan peraturan tersebut.

Article Details

How to Cite
Marbun, A. N. (2018). Suap di Sektor Privat: Dapatkah Dijerat?. Integritas : Jurnal Antikorupsi, 3(1), 53–85. https://doi.org/10.32697/integritas.v3i1.140
Section
Articles